Iswahyudi
Ada banyak alasan orang untuk tidak hidup bahagia. Bisa karena penyakit kronis, hubungan yang kurang harmonis, masalah ekonomi, lingkungan sosial yang buruk, situasi peperangan dan wabah, masalah mental dan kejiwaan, dan tidak bisa menemukan makna dan tujuan hidup. Kita ingat Sokrates pernah mengatakan bahwa kehidupan yang tidak dipertanyakan tidak layak dijalani. Tapi ada yang kurang dari statemen itu, bahwa pertanyaan-pertanyaan hidup yang tidak segera ditemukan dan dicarikan jawaban akan membuat orang gelisah dan tidak bahagia.
Di era digital ini yang sering dicirikan sebagai peradaban yang penuh VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Umbiguity). Serba bergejolak, serba tidak pasti, serba rumit, dan serba mendua (paradox). Melihat kenyataan ini banyak manusia yang semakin tidak bahagia, karena terobsesi dengan impian, cita, tujuan, di luar dirinya. Hidupnya disibukkan dengan pengejaran tentang nama (citra, reputasi), kepentingan, dan perasaan. Sehingga melupakan perhatiannya pada dirinya sendiri, dari mana ia berasal, untuk apa di dunia ini dan kemana seseorang akan pergi. Kebanyakan orang menganggap dunia ini adalah tujuan akhir dari kehidupan, sehingga diperjuangkan sampai titik darah penghabisan bahkan menghalalkan segala macam cara.
Suatu kali, 17 tahun yang lalu, saya menemukan sebuah komunitas meditasi di sebuah taman umum. Tak banyak yang bergabung, hanya sekitar sepuluh orang. Saya bergabung dan mereka mengajarkannya secara suka rela dan tidak menarik iuran sepeserpun. Setelah itu saya diperkenalkan sebuah buku untuk membimbing latihan tersebut. Hari-hari berikutnya saya mencoba menekuni disiplin meditasi ini, sejenis yoga, tapi komunitas itu menamakannya komunitas Xiulian. Menurut mereka Xiu berarti latihan karakter, Lian berarti olah tubuh dengan lima perangkat latihan yang lembut, tapi keringatpun bisa bercucuran dengan derasnya. Prinsipnya adalah jiwa, pikiran dan tubuh harus harmonis agar hasilnya bisa maksimal.
Ada yang bergabung ingin sembuh dari penyakit kronis. Ada yang ingin mencari makna hidup. Ada bergabung ingin hanya sejenak rileks di tengah tekanan hidup yang semakin meningkat. Tapi bagi saya ini hal yang baru, dan saya mengalami sebuah pengalaman flow ketika mengikuti latihan ini yang lembut dan memang butuh waktu 2 jam untuk satu sesi latihan. Seperti yang kita tahu dalam disiplin ilmu kebahagiaan bahwa flow itu adalah kunci seseorang mengalami keadaaan bahagia. Dalam disiplin latihan kultivasi ini dikenal konsep wuwei (mengikuti arus, tanpa upaya disengaja dan tanpa pengejaran). Sangat dianjurkan seseorang yang mengikuti latihan ini harus melepas segala pengejaran seperti ingin sembuh dari penyakit, ingin bebas dari stress dan niat-niat lain, karena dalam praktik segala niat itu malah tidak mampu menghasilkan hasil latihan yang maksimal bagi para praktisinya.
Kondisi yang dituju adalah kondisi hening. Tidak berfikir apapun, tenang tapi tetap sadar. Bila itu terwujud maka seseorang praktisi bisa mencapai kondisi berlimpah Gong, sebuah energi hidup yang sangat berlimpah ruah yang bisa menjebol segala kondisi diri atau lingkungan yang kurang tepat dan kurang harmonis. Pada prinsipnya, ketika seseorang praktisinya mengalami apapun seperti penyakit, ketidakharmonisan hubungan, kemalangan, bencana dan lain-lain, yang harus dilakukan adalah mencari pada kesalahan di dalam diri. Sang Master pernah mengatakan bahwa “Mencari ke dalam adalah sebuah pusaka”. Tidak seperti konsep pada umumnya, ketika terjadi masalah harus mencari jalan keluar.
Dalam disiplin latihan ini dikenal istilah Maha Hukum Alam Semesta, yang menjadi suluh pemimbing bagi para praktisinya menjalani proses kultivasi agar mencapai tujuan kultivasi yang disebut sebagai Kai Gong Kai Wu (Terbuka energi dan terbuka kebijakan) yang dalam istilah Budha disebut sebagai pencerahan. Dan ini mungkin ini adalah puncak kebahagiaan dari bertingkat-tingkat kebahagian yang diingini oleh manusia sebagai makhluk yang terbelunggu enam jalur reinkarnasi. Maha Hukum Alam Semesta itu diringkas dalam tiga karakter yang harus dilatih setiap saat sehingga menjadi karakter diri yaitu Zhen Shan Ren (Sejati Baik Sabar). Disebutkan inilah inti dari Maha Hukum Alam Semesta. Karakter ini disebut sebagai karakter alam semesta dimana setiap benda dialam semesta dari yang mikro hingga makro mempunyai karakter ini. Awal mula bergabung ini konsep yang absurd bagi saya. Seiring waktu saya mulai memahami itu sebuah kebenaran yang tidak bisa dibantah.
Kita contohkan saja planet bumi yang kita hidup di dalamnya. Bumi ini jelas punya karakter Sejati. Bagaimana tidak sejati? Bumi berjalan dengan kecepatan konstan mengitari matahari. Ritme yang tak pernah berubah ini menandakan ia seolah sangat setia dengan tugas atau setia pada sumpah dan janjinya. Dan ini salah satu dari bentuk dari dari karakter ‘Sejati’.
Karakter ‘Baik, Welas Asih, Shan’ juga nampak pada planet biru ini. Milyaran kehidupan bisa dihidupinya berjuta-juta tahun. Hanya memberi tak harap kembali. Gunung merapi yang sesekali meletus seolah memberikan manusia maha pralaya, kematian dan kerusakan. Tapi pada intinya ia sedang menjalankan proyek penyuburan tanah yang pada intinya agar kehidupan yang di atasnya lestari dan tercukupi.
Bagaimana bumi tidak punya sifat Sabar? Sering kali makhluk hidup di atasnya justru membuat kerusakan dan mengekploitasinya dengan serakah. Tetap saja, bumi memberikan terbaik yang ia bisa, sesuai dengan hukum yang berlaku. Itu hanya bumi saja sebagi contoh, belum benda-benda langit yang lain.
Bagi kultivator metode ini, tiga karakter ini harus menjadi nafas kehidupan, laku hidup, dan penerang bagi lingkungannya agar bumi ini menjadi tempat yang layak huni. Yang bisa menumbuhkan benih-benih positif agar kehidupan terus berputar berjalan dan berkelanjutan. Seringkali berbagai peraturan dibuat agar bisa menjamin kemakmuran, keamanan, dan keadilan. Tapi sampai kini tiga keadaan ini malah semakin jauh dari harapan. Akar masalahnya, peraturan itu tidak bisa mengatur hati manusia dan membentuk karakternya.
Yang ditawarkan dari metode latihan ini adalah semua harus dimulai dari hati masing-masing individu. Tak perlu banyak peraturan dibuat bila masing-masing individu adalah petani karakter yang ulung. Bahkan bila tradisi bertani karakter ini (tradisi kultivasi) bisa diwujudkan sebuah cita dunia tanpa polisi bukan hal yang mustahil. Karena masing-masing individu menjadi polisi bagi dirinya sendiri.
Penderitaan Dianggap Kebahagiaan
Derita Pikiran dan Hatinya
Mencapai kesempurnaan memperoleh buah status Buddha
Mengalami penderitaan dianggap bahagia
Lelah tubuh belum dianggap derita
Berkultivasi hati paling sulit dilewati
Tiap rintangan harus diterobos
Di mana-mana semua ada iblis
Ratusan derita sekaligus menimpa
Lihat dia bagaimana hidup Bisa menelan derita dunia,
Keluar duniawi adalah Buddha
(Li Hongzhi, Hingyin 1)
Konsep ilmu kebahagian secara umum, untuk bahagia seseorang harus menghindari penderitaan. Tapi itu sebuah kemustahilan. Dunia bukan surga yang semua berisi hal yang menyenangkan. Pun juga bukan neraka dimana semuanya berisi penderitaan. Baik hal yang menyenangkan dan penderitaan hadir datang silih berganti. Seorang Victor Frankle telah bisa menemukan kebahagiaan di balik kamp-kamp Nazi di mana kematian sangat dekat beberapa centi meter dari para tahanan. Victor menginspirasi dirinya dan para tahanan lain untuk menemukan makna di balik semua itu.
Para kultivator ini nampaknya lebih dari itu. Kalau Victor menginspirasi penemuan makna dari mimpi buruk menjadi tahanan Nazi Jerman. Disipin spiritual ini nampakanya menjadikan penderitaan sebagai api pelebur untuk menjadikan mereka menjadi emas. Emas ini adalah status Budha yang diidam-idamkan para kultivator. Segala penderitaan hidup yang dijalani sebagai akibat hutang karma atau dipaksakan oleh kejahatan dipandang sebagai hal yang baik, tak perlu banyak dipikirkan dan cukup dipandang hambar. Karna harga yang dibayarkan oleh mereka akan tidak sebanding dengan buah status pencerahan, menjadi entitas pasca-human yang tidak terikat lagi sedih, takut, dan tujuh perasaan enam nafsu.
Pada titik itu mereka tidak terikat lagi dengan pemikiran manusia yang penuh ego dan nafsu yang membelenggu. Tapi makna keberadaannya adalah demi belas kasih bagi semua makhluk agar menjadi kehidupan yang lebih mulia di masa mendatang. Ketika dunia dipenuhi dengan kontestasi nafsu untuk membenci, menghegomoni dan menghabisi, sekelompok kultivator ini malah menempuh jalan belas kasih yang semua demi orang lain, bukan demi kepentingan diri lagi. Bukankah ini bisa jadi solusi, ketika nyawa tak dianggap lagi penting selain angka statistik belaka. Dan ketika manusia hanya dipandang sebagai data belaka, apa yang lebih berharga dibanding panggilan yang penuh belas kasih untuk kembali menjadi menusia lagi bahkan menjadi entitas lebih tinggi.
Sebentar, sampai kelupaan. Inilah kurang lebih kisah Bahagia ala Falun Dafa dengan Zhuan Falun sebagai pedoman, dimana kebahagiaan itu adalah pencerahan. Tetap bahagia walaupun zaman semakin VUCA.