Ada seorang pebisnis sederhana yang jujur, bernama Budi. Dia selalu sibuk dalam pengabdian kepada Tuhan. Rutinitas hariannya termasuk bangun pagi, melakukan ibadah, dan berdoa. Setelah itu barulah dia akan membuka tokonya dan mulai berjualan, sehingga dia membuka tokonya, sedikit agak siang.
Pada hari libur keagamaan, saat orang-orang sibuk berbelanja, dia justru akan menutup tokonya, dan malah menghabiskan waktu untuk beribadah.
Setiap satu periode waktu, dia akan pergi memberi makan mereka yang membutuhkan, dan mendonasikan uangnya lewat tindakan amal.
Kekayaannya tidak banyak, namun kebutuhan dasarnya selalu tercukupi, dan dia selalu bersyukur dan merasa cukup, serta puas dengan semua ini.
Orang-orang kebanyakan, merasa heran dengan perilakunya, menganggapnya bodoh dan mabuk agama.
Mereka akan menertawakannya, berkata, "Dia benar-benar bodoh. Dia sering menyumbangkan uang yang dia hasilkan dengan susah payah untuk bersedekah.
Dia justru menutup tokonya di saat pembeli sedang ramai, dan malah menggunakan waktunya untuk beribadah.
Dia pasti sudah gila.”
Suatu hari, saudagar terkaya di kota itu memanggil Budi ke tempatnya.
Saudagar itu telah membuat topi kain kecil, dan dia menyerahkannya kepada Budi sambil berkata, “Topi ini dimaksudkan untuk orang bodoh. Seumur hidup saya belum pernah melihat orang yang lebih bodoh dari kamu, jadi saya memberikannya kepadamu.
Jika kamu menemukan seseorang yang lebih bodoh dari dirimu sendiri, kamu bisa berikan topi ini kepadanya untuk dipakai."
Budi menerima topi itu dengan tenang dan pulang.
Beberapa waktu kemudian, saudagar kaya itu jatuh sakit, sakitnya sangat parah.
Budi datang menjenguknya.
Saudagar itu berkata, “Saudaraku, saya sedang bersiap untuk meninggalkan dunia ini sekarang.”
Budi bertanya, “Kamu mau bersiap pergi kemana? Dan jika kamu pergi, bagaimana dengan rumah ini? Bagaimana dengan semua uang dan harta kekayaanmu? Bagaimana dengan bisnis-bisnismu? Siapa yang akan mengurusnya?
Bagaimana kalau kamu bawa saja semua hartamu ini, ikut pergi bersamamu?”
Saudagar itu menjawab, “Hah? Apa yang ada di pikiranmu? Bagaimana bisa aku membawa hartaku ke alam kematian? Aku akan pergi sendiri, hanya amal ibadahku saja yang akan bisa aku bawa.”
Mendengar ini, Budi berkata: “Hmm... baiklah kalau begitu,” Budi lalu mengeluarkan topi kain kecil yang sebelumnya diberikan kepadanya, dan mengembalikannya kepada saudagar tersebut sambil berkata, “Berarti, kamu sendirilah yang harus memakai topi ini.”
Saudagar itu bertanya, “Mengapa begitu?”
Budi menjelaskan, “Karena kamu adalah orang yang lebih bodoh daripada saya. Meskipun kamu tahu bahwa tidak ada satupun harta milikmu yang bisa kamu bawa mati, kamu tetap menghabiskan seluruh hidupmu untuk mengejarnya.
Begitu pula, meskipun kamu tahu bahwa hanya amal ibadahmu yang bisa kamu bawa mati, kamu tidak banyak berupaya untuk mengumpulkan semua itu sepanjang hidupmu.
Sekarang, katakan padaku, siapa yang sesungguhnya lebih bodoh?”
Hidup di dunia ini hanya sementara. Tidak ada harta atau benda materi apapun yang bisa kita bawa, ketika waktunya tiba untuk meninggalkan dunia ini.
Namun hanya amal ibadah kitalah yang akan bisa kita bawa pergi setelah mati. Karena itu, jangan lupa untuk mengumpulkan semua itu, selagi kita masih memiliki kesempatan di dunia ini.
Jadi, pikirkanlah sejenak, orang macam apa yang benar-benar pintar? Dan orang macam apa yang benar-benar bodoh?